MASTER38 MASTER38 MASTER38 MASTER38 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 BOSSWIN168 COCOL88 COCOL88 COCOL88 COCOL88 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MABAR69 MAHJONG69 MAHJONG69 MAHJONG69 MAHJONG69 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 RONIN86 ZONA69 ZONA69 ZONA69 NOBAR69 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38 ROYAL38
SLOT GACOR HARI INI SLOT GACOR HARI INI
BOSSWIN168 BOSSWIN168
BARON69
COCOL88
MAX69 MAX69 MAX69
COCOL88 COCOL88 BARON69 RONIN86 DINASTI168
COCOL88 GACOR77 RECEH88 NGASO77 EPICWIN138
Search for:
  • Home/
  • NTB/
  • Sejarah Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 1965, Ditandai Gerakan Berdarah PKI
Sejarah Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 1965, Ditandai Gerakan Berdarah PKI

Sejarah Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 1965, Ditandai Gerakan Berdarah PKI

JAKARTA, iNews.id – Sejarah Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 1965. Hari bersejarah tersebut tidak lepas dari insiden berdarah, Gerakan 30 September (G30S) Partai Komunis Indonesia (PKI).

Hari Kesaktian Pancasila ditetapkan langsung oleh Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto. Ketetapan itu melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 153 Tahun 1967 tentang Hari Kesaktian Pancasila. 

Keluarnya Keppres tersebut, seluruh masyarakat Indonesia setiap 1 Oktober memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Berikut ini penjelasan lengkapnya.

Sejarah Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 1965

Dikutip dari Kemendikbud menyebutkan, pada 1 Oktober 1965 dini hari, telah terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap enam jenderal dan seorang perwira menengah TNI. Peristiwa berdarah tersebut dikenal sebagai upaya kudeta yang komunis Indonesia untuk mengubah ideologi Pancasila dengan ideologi komunis. 

Latar Belakang Gerakan 30 September 1965

Adanya Gerakan 30 September atau yang lebih dikenal dengan peristiwa G30S/PKI ini merupakan insiden berdarah yang menyebabkan enam perwira tinggi berpangkat jenderal, seorang kapten dan beberapa orang lainnya terbunuh. 

Gerakan ini dinilai sebagai upaya pemberontakan dilakukan oleh beberapa pengawal Istana yang dikenal sebagai pasukan Cakrabirawa. 

Pasukan tersebut dianggap mendukung PKI saat itu dipimpin oleh Letkol Untung. Berikut ini keenam perwira tinggi (pati) TNI AD yang menjadi korban keganasan PKI.

– Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)

– Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)

– Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Harjono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)

– Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)

– Brigjen Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)

– Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)

– Jenderal TNI Abdul Haris Nasution yang saat itu menjadi sasaran utama, berhasil selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sementara, putrinya bernama Ade Irma Suryani Nasution dan ajudannya, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean gugur dalam usaha pembunuhan yang dilakukan oleh PKI tersebut.

Keenam jenderal dan Lettu Pierre itu kemudian dibawa ke kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur yang sekarang dikenal sebagai Lubang Buaya. Jenazah mereka ditemukan pada 3 Oktober. 

Selain itu, ada beberapa orang lainnya yang juga turut menjadi korban sebagai berikut.

– Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr. J. Leimena)

– Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)

– Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)

Setelah Tragedi G30S PKI

Setelah terjadinya pembunuhan beberapa perwira TNI AD, PKI telah menguasai dua sarana komunikasi vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan kantor Telekomunikasi yang terletak di Jalan Merdeka Selatan. 

Melalui RRI, PKI mulai melakukan penyiaran untuk mengumumkan tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada para perwira tinggi anggota “Dewan Jenderal” dan mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Diumumkan pula mengenai terbentuknya “Dewan Revolusi” yang diketuai oleh Letkol Untung Sutopo.

Pada 6 Oktober 1965 Presiden Soekarno menyatakan seruan kepada seluruh rakyat untuk bersatu demi “persatuan nasional”. Persatuan yang dimaksud, yaitu  persatuan yang terjadi di antara angkatan bersenjata serta para korban serta penghentian adanya kekerasan.

Biro Politik dan Komite Sentral PKI selanjutnya menyarankan kepada seluruh anggota organisasi massa agar segera memberi dukungan pada “pemimpin revolusi Indonesia” dengan tidak melakukan perlawanan terhadap angkatan militer. 

Pernyataan tersebut pun kemudian dicetak dalam surat kabar. Pada 16 Oktober 1965, Soekarno melantik Mayjen Soeharto untuk menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat di Istana Negara. 

Editor : Kurnia Illahi

Follow Berita iNewsNTB di Google News

Bagikan Artikel: